Pengertian Transaksi Jual Lepas Dalam Hukum Adat

Sebagian masyarakat sepertinya masih cukup awam terkait transaksi jual lepas dan sudut pandangnya dari sisi hukum adat. Untuk membantu Anda memahami apa itu jual lepas, berikut ini penjelasan ringkas mengenai transaksi jual lepas dalam hukum adat.

Pengertian transaksi Jual Lepas menurut Para Ahli, adalah:

1. Van Vollen Hoven
Jual lepas sebidang tanah atau perairan ialah penyerahan benda itu dihadapan orang-orang yang ditunjuk oleh hukum adat dengan pembayaran sejumlah uang seketika itu atau kemudian.

2. Ent Hoven
Penjualan barang tak bergerak adalah penyerahan dengan harga tertentu dan bukanlah merupakan suatu perjanjian yang menjelmakan kewajiban untuk menyerahkan.

3. Ter Haar
Pada waktu dihadapan Kepala Persekutuan Hukum dinyatakan : “saya mengaku telah menyerahkan tanah itu dan untuk itu telah menerima harganya”, maka saat itulah hak dari pihak lawan ( i.c. pembeli) tercipta, baik hak gadai atau hak milik maupun hak sewa.

4. Mahkamah Agung Indonesia
Di dalm keputusannya tanggal 25-09-1957 berpendapat bahwa keterangan jual beli saja belum mengakibatkan pemindahan atau penyerahan hak milik. Jadi keterangan tersebut seakan-akan harus diikuti pula dengan semacam “Levering”, sebelum hak milik tersebut berpindah. Pertimbangannya dengan surat notaris dan surat dibawah tangan serta yang disimpan pada notaris yang dimaksudkan dalm putusan judex facti, walaupun di dalamnya disebutkan bahwa pihak-pihak bersangkutan menerangkan menjualbelikan tanahnya, namun belum lagi dapat diterima bahwa sebenarnya telah terjadi pemindahan hak milik oleh yang dinamakan penjual kepada yang dinamakan pembeli

5. Gede Wiranata 
Dalam bukunya yang berjudul Hukum adat Indonesia dari masa ke masa yaitu, Transaksi jual lepas dikenal juga dengan “adol plas” , “runtumurun”. “pati bogor” di Jawa. Transaksi ini bersifat tunai, yaitu dengan diterimanya sejumlah uang maka hak dan kewajiban pemilikan atas tanah menjadi beralih kepada pembeli dengan tidak ada hak untuk menebus kembali. Meskipun demikian karena sifat komunal hukum adat, dapat diadakan perjanjian pada saat jual beli, bilamana akan dujual kembali, pemilik lama diprioritaskan membeli kembali.

Perjanjian ini dikenal dengan “jual kurung”. Pembayaran dalam jual lepas ada yang kontan, ada juga diberi “panjer” atau Voorschot sebagai tanda jadi.

Transaksi Jual lepas merupakan proses pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai, dimana semua ikatan antara bekas penjual dengan tanahnya menjadi lepas sama sekali. Merunurut keputusan Mahkamah Agung 25 September 1958, keterangan jual beli saja belum mengakibatkan pemindahan hak milik  menurut Iman Sudiyat “Jadi keterangan tersebut sekan-akan harus diikuti semacam “levering”, sebelum hak milik  berpindah”.

Pertimbangan dari Mahkamah Agung adalah, bahwa dengan surat Notaris dan surat dibawah tangan serta yang disimpan pada Notaris yang dimaksudkan dalam putusan judex facti, walaupun didalamnya disebutkan bahwa fihak-fihak yang bersangkutan menerangkan menjual belikan tanahnya, namun belum lagi dapat diterima bahwa sebenarnya telah terjadi pemindahan atau penyerahan hak milik oleh yang dinamakan penjual kepada yang dinamakan pembeli”. Biasanya, pada jual lepas, maka calon pembeli akan memberikan suatu tanda pengikat yang lazim disebut “panjer”. Akan tetapi didalam kenyataannya “panjer” tersebut yang merupakan tanda jadi, tidak terlalu mengikat, walaupun ada akibatnya bagi calon pembeli yang tidak jadi melaksanakan pembelian tanah dikemudian hari (artinya “panjer” nya menjadi miliki calon penjual).

Demikian pengertian transaksi jual lepas dalam hukum adat, semoga artikel ini memberikan nilai manfaat kepada pera pembaca.

Referensi:
Hukum adat Indonesia dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, Prof. R. Subekti, SH. Alumni/1974/Bandung.

Hukum adat Indonesia dari masa ke masa, I Gede A.B Wiranata, S.H., M.H. Departeman Pendidikan Nasional 2003 : Jakarta

Pengangkatan Anak dan Pemeliharaan Anak Yatim

Pengangkatan Anak dan Pemeliharaan Anak Yatim
Anak merupakan titipan yang maha Kuasa yang harus selalu dijaga, dilindungi dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Perlu kita ketahui mengenai pengangkatan anak dan pemeliharan anak yatim sehingga sebagai manusia bisa bermanfaat bagi sesama manusia untuk melindungi anak-anak. Yang pertama mengenai pengangkatan anak dibedakan beberapa macam yaitu :

a.) Mengangkat anak bukan warga keluarga :  anak yang diangkat bukan warga keluarga ; menyerahkan barang-barang magis dan sejumlah uang kepada keluarga  anak  ;tujuan untuk melanjutkan keturunan; dilakukan  secara  terang  artinya  dilakukan  dengan  upacara  adat  disaksikan oleh kepala adapt misalnya: daerah Gayo, Nias, Lampung,  Kalimantan.

b.) Mengangkat Anak dari kalangan keluarga :  alasan “takut tidak punya keturunan” ;Di Bali perbuatan ini disebut “nyentanayang”  ;Biasanya anak selir-selir yang diangkat ;Melalui  upacara  adapt  dengan  membakar  benang  melambangkan  hubungan dengan ibunya putus  ; Diumumkan (siar) kepada warga desa
c.) Mengangkat anak dari kalangan Keponakan :  Alasan-alasan :  tidak punya anak sendiri,;  belum dikaruniai anak   ,;terdorong oleh rasa kasian   perbuatan disebut “pedot” Jawa   biasanya tanpa ada pembayaran  ,;biasanya anak laki-laki yang diangkat.

  1. Perkawinan ambil anak .Di  tata kewangsaan patrilineal ,dengan Kepala kerabat yang menguasai dan akan digunakan oleh warga –warga kerabat yang berwangsa denganya menurut garis keturunan laki –laki maka denga suatu perkawinan tanpa jujur,kewangsaan biologis itu lewat si ibu dapat diberi kekataan berlaku sosial,sehingga anak –anaknya nanti termasuk dalam kerabat (patrilineal) ibunya adopsi yang terdapat merata di seluruh nusantara ,ialah suatu perbuatan memungut seseorang anak dari luar ke dalam kerabat,sehingga terjalin suatu ikatan sosial yang sama dengan ikatan kewangsaan biologis
  2. Sebagai lembaga –lembaga tersendiri dapat disebut adopsi anak tiri(anak kandung istrinya) oleh suami yang tidak mempunyai anak sendiri,seperti terdapat di Rejang (mulang jurai)perbuatan itu tidak dibenarkan selama ayah kandung dari anak itu masih hidup.
  3. Akhirnya perlu disebut suatu perbuatan hukum yang mengubah posisi seseorang anak dalam tata-kewangsaan,yaitu:seorang ayah memindahkan seorang atau dua orang anaknya dari bagian clan(suku)ibunya(berdasarkan perkawinan ambil –anak orang tuanya)ke dalam suku yang ayah sendiri, pemindahannya itu berdaarkan suatu pembayaran tradisional pada saat upacara nikah atau karena pembayaran kemudian(pedaut di Rejang) dan pemindahan ini termasuk pemuatan tuani.

Kedua, mengenai pemeliharaan anak yatim yaitu jika kedua orang tuanya tidak ada lagi maka yang wajib mengurus dan memelihara yatim piatu ialah wangsa- wangsa(kerabatan) terdekat dari salah satu di antara kedua belah kelompok yang berkesempatan /berkesempatan terbaik pula.Dalam menghadapi penyelesaian yang konkret dalam dua faktor tersebut adalah :Wangsa terdekat; Berkesempatan terbaik (terlepas dari pilihan-pilihan anak –anak sendiri adalah urusan kerabat; Landraad di Jawa dan Madura dapat mengakat sesorang wali (voogd) manakala:Timbul kesulitan mengenai hal itu;Tiada ada seseorangpun yang bersedia; bersedia namun memadai. kalau di kalangan suatu suku bangsa bertata-kewangsaan khusus yang meninggal adalah salah satu orang tua yang tidak menyerahkan anak –anak ke dalam kekuasaan Kepala kerabatnya sendiri maka orang tua yang masih hidup itu melanjutkan sendiri ‘’kekuasaan orang tua’’di bawah naungan  kekerabatny  dalam hal ini yang meninggal ialah ;si ayah Mingkabau, si ibu melakukan perkawinan jujur di tanah Batak , Lampung, Bali dan sebagainya dan kalau kedua orang tua meninggal,maka kekuasaan atas anak-anak pemeliharaan diri.

Pengertian, Perkembangan, Unsur-Unsur, Dan Contoh Kebiasaan Internasional

Ada baiknya sebelum sampai pada pengertian kebiasaan internasional harus mengetahui dulu apa itu kebiasaan? Istilah ‘kebiasaan’ (custom) dan adat istiadat’ (usage) sering digunakan secara bergantian. Secara tegas dapat dikatakan, ada suatu perbedaan teknis yang tegas di antara kedua istilah tersebut. Adat istiadat merupakan tahapan yang mendahului adanya kebiasaan. Kebiasaan mulai apabila adat istiadat berakhir. Adat istiadat adalah suatu kebisaan bertindak yang belum sepenuhnya memperoleh pengesahan hokum.Adat istiadat mungkin bertentangan, kebiasaan harus terunifikasi dan bersesuaian (self-consistent).
   
Menurut Boer Mauna bahwa praktek-praktek negara-negara melalui sikap dan tindakan yang diambilnya melalui suatu kebijaksanaan dan kebijaksanaan tersebut diikuti oleh negara-negara lain dan dilakukan berkali-kali serta tanpa adanya protes atau tantangan dari pihak lain.
   
Kemudian menurut Starke Adat Istiadat, adalah kebiasaan yang belum memperoleh pengesahan hukum dan mungkin bertentangan satu sama lain Kebiasaan, harus terunifikasi dan berkesesuaian

PERKEMBANGAN  KEBIASAAN

Unsur kebiasaan merupakan suatu bentuk kaidah hukum internasional dari sejak zaman purba sampai dengan zaman modern. Pada masa Yunani kono, kaidah-kaidqah hokum perang dan damai timbul dari kebiasaan-kebisaan umum yang ditati oleh Negara-negara kota Yunani. Kaidah-kaidah kebisaan ini diberikan bentuk yang jelas melalui proses generalisasi dan unifikasi berbagai macam adat istida sebelumnya secara sendiri-sendiri ditaati oleh masing-masing republic kota.Proses serupa berlangsung di antara Negara-negara ecil Italia pada Abad pertengahan.Abad ke-16 dan ke-17 Eropa menjadi wilayah yang penuh dengan negar-negara nasional dan lebih luas. Dari adat-istiadat yang berkembang dalam hubungan Negara-negara Eropa modern tersebut muncul kaidah-kaidah hukum internsional.

UNSUR-UNSUR KEBIASAAN INTERNSIONAL

Unsur-unsur kebiasaan internsional telah dijelaskan pada Pasal 38 (1) sub b Statuta Mahkamah Internsional bahwa jelaslah untuk dapat dikatakan suatu kebiasaan internsional itu merupakan sumber hukum internsional harus memenuhi sebagai berikut:
·    
Harus Terdapat Suatu Kebiasaan yang Bersifat Umum

Dalam unsur ini tini merupakan prasyarat material. Prasyarat material di sini dimaksudkan adalah suatu kebiasaan internasional dapat dikatakan bersifat umum, apabila memenuhi prasyarat tertentu pula.Prasyarat-prayaratan yang dimaksud antara lain :

  • Perlu adanya suatu kebisaan/praktek, yaitu suatu pola tindakan yang berlangsung lama atau dilakukan secara berulang kali.
  • Pola tindakan yang dilakukan harus merupakan rangkaian tindakan. Rangkaian tindakan itu harus mengenai suatu hal yang sama dan dalam keadaan yang serupa pula
  • Pola tindakan yang dilakukan secara berulang kali terhadap hal yang sama dan dalam keadaan yang serupa itu, harus bersifat umum dan bertalian dengan hubungan internsional.

CONTOH KEBIASAAN DITERIMA SEBAGAI HUKUM

a). Contoh dari pada ketentuan hukum internsional yang terjadi melalui proses kebiasaa internasional terdapat misalnya di dalam hukum perang.Penggunaan bendara putih sebagai bendara parlementer, yaitu bendera yang memberi perlindungan kepda utusan yang dikirim untuk mengadaikan hubungan dengan pihak musuh, timbul karena kebiasaan demikian di masa lampau diterima sebagai sesuai dengan hukum.

b). Dan hukum mengenai perlakuan terjadap tawanan perang peradilan menurut rasa kemanusiaan. Hal-hal tersebut timbul karena kebiasaan perlakuan demikian, berulang kali terjadi, dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat internasional, karena dirasa memuhi rasa keadian dan rasa kemanusiaan inernsional.

Sebaliknya di hukum perang pun ada contoh-contoh mengenai kebiasaan-kebiasaan yang tidak pernah menjelma ketentuan hokum Dalam situasi yang konkrit  memang sukar sekali untuk menetapkan setelah berapa lama dapat diakatakan telah terbentuknya satu kebiasaan.

Tipe-tipe Manusia Dalam Meraih Kesuksesan

Semua orang pasti ingin meraih kesuksan. Namun di balik kesuksan tersebut tentu saja pernah mengalami kegagalan. Semua harus diusahan dan berikhiar dalam meraihnya. Tentu tidak mudah, seperti mendaki gunung dari titik terendah kemudian sampai pada ketinggian di mana ketika setelah mencapai puncak gunung orang tersebut akan merasa puas dan bangga rasa lelah, letih lesu akan segera tergantikan dengan panorama yang indah ketika berada di puncak gunung. Namun dbalik itu tentu ancaman tergelincir, medan yang berbatu dan nafas yang lelah menjadi penghambat tersendiri. Sukses pun kadang-kadang menimbulkan kelelahan, kejenuhan, kemalasan, kegamangan, ketakutan dan aneka pikiran yang merancuni.

Akan lebih baik kita ketahui beberapa tipe manusia dalam melakukan proses pendakian ini, yaitu:

1. Tipe Quitters
Tipe orang ini dalam melakukan pekerjaanya dengan tergesa-gesa ingin cepat sampai, gampang menyerah, mudah bertekuk lutut, senang patah arang dan tidak berani mengambil resiko. Bila ditawarkan kepadanya sebuah tantangan, ia mundur. Orng tipe ini menggangap semua negatif dan terlalu khawatir dia memilih aman daripada mengambil resiko. Seperti pepatah lama kalah sebelum bertanding.

2. Tipe Campers
Tipe orang ini senang pada tantangan dengan mendaki lebih tiggi lalu mengakhiri dengan berhenti di tempat yang datar.Jadi bisa digambarkan dalam proses pendakian ini bahwa orang bertipe ini cepat puas apa yang ia perolehnya, mengambil jalan selamat dan tak tertantangan untuk mengambil peluang dan resiko yang lebih besar. Tentu tipe ini bukan pahlawan sejati tetapi masih mendingan karena sudah mau berusaha.

3. Tipe Climbers
Tipe yang terakhir ini pilihan pahawalan sejati berani mengambil resiko. Baginya hidup adalah arena mengubah tantangan menjadi peluang, mengubah hambatan menjadi kesuksesan, mengubah kesulitan menjadi kemudahan-kemudahan dan mengambil resiko dengan sepenuh konsekuensi dan keberanian. Tidak lemah, tidak putus asa, tidak gampang menyerah untuk hidup. Tindaknnya tegas, kokoh walaupun diterpa badai pengahalang, semangat dan penuh keberanian yang dalam alam pikirannya adalah meraih kesuksesan. Dalam pikirannya tidak takut dalam bercita-cita karena cita-cita Sebagai ruh untuk menggerakan kesusksannya.
                         
Seseprang yang memiliki cita-cita akan lebih bergairah dalam mencapai kesussannya dan kehidupannya. Berikut contoh-contoh cita-cita yang mungkin bisa menjadi referensi untuk meraih sukses yaitu sebagai berikut:

  1. Memiliki hati yang bersih. Karena ia merupakan modal segala modal sebelum yang lainnya.
  2. Mampu berihah dengan baik dan benar sebagai rasa syukur dan membuka pintu-pintu kebaikan dan kebagian yang lebih besar
  3. Memiliki pengasilan yang cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan menghindarkan diri dari kehinaan
  4. Memiliki pekerjaan dan dapat meningkatkan kualitas pekerjaan dan karir
  5. Terjaga kesehatan shiggga bisa merasakan kenikmatan hidup.Karena kesehatan merupakan harta yang tak ternilai harganya
  6. Memiliki peningkatan keuangan dan rasa aman dari tekanan hutang dan tekanan orang lain
  7. Memiliki kendaraan yang baik
  8. Memiliki ketengangan jiwa, keteguhan hati dan kepercayaan diri

Maka daripada itu, jadikanlah pribadimu yang unggul. Ada empat ciri pribadi yang unggul, sebagai berikut:

  1. Orang yang memiliki cita-cita yang menggelora
  2. Mereka yang memiliki jiwa yang membara
  3. Mereka yang selalu berusaha dengan giat
  4. Mereka yang memiliki kesiapan yang terus menerus.

Demikian, semoga artikel ini dapat dijadikan bahan refleksi dan tuntunan untuk menuju sukses yang pastinya tidaklah mudah.